• Senin, 25 September 2023

Opini Hascaryo Pramudibyanto : Terkesiap Unsur Estetika Baumgarten Pada Kasus Nabi Bedhil

- Senin, 5 Juni 2023 | 13:24 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi

Tak hanya sekali ini saja, seseorang mengaku sebagai nabi. Sosok utusan Tuhan Yang Maha Esa dan dinilai sakral, kini mudah diakukan oleh siapa pun. Tak terkecuali, orang yang mengaku bisa menggandakan uang dengan cara bimsalabim

Fenomena terakhir sudah memakan banyak korban, misalnya kasus Wowon dan Slamet yang selalu menjadikan korbannya sebagai peregang nyawa.

Segampang itu, seseorang mengaku-aku sebagai pengganda uang dan juga sebagai nabi. Kedua ‘profesi’ ini hampir tak ada bedanya: keblinger. 

Baca Juga: Opini Nurul Lathifah : Plankton, Kecil Namun Penuh Manfaat

Yang satu keblinger ingin menguasai harta dengan cara sadis – menghilangkan nyawa korban, sedangkan satunya keblinger gegara ingin diakui sebagai nabi yang bisa menyatukan umat. Umat sedunia mau disatuin, mana bisa? Menurut nabi bedhil ini bisa.

Saya menyebutnya ‘nabi bedhil’ lantaran ia baru saja menyerang kantor MUI Jakarta dengan senjata.

Menurut Kapolda Metro Jaya, bukan senjata api tapi air shoft gun. Tapi hal ini masih perlu diteliti lagi. Bedhil adalah kosa kata bahasa Jawa untuk menunjukkan alat berupa senjata, baik larang panjang maupun pendek.

Baca Juga: Opini Hascaryo Pramudibyanto : Merangkul Lawan versi Gibran

Frasa ‘nabi bedhil’ sengaja saya sematkan pada pelaku ini, yang tidak seimbang dengan perjuangan nabi asli zaman dulu, yang menggunakan pedang atau batu untuk melakukan jihad. Ini nabi modern, yang dibawa adalah bedhil.

Ketika suasana agak tenang, saya memikirkan hal iseng, menduga kira-kira hal apa yang menyelinap di pikiran nabi palsu ini.

Mungkinkan ia sedang membayangkan nilai perjuangan seorang manusia, supaya dianggap setara perjuangannya ketika zaman nabi. Atau, ia sedang galau – kacau tak karuan – hingga suntuk menjalani hidup yang penuh dengan kepalsuan dan hal-hal dzalim. 

Baca Juga: Cerbung Karya Ana Rahmawati Ningsih, “Tumbal Pabrik Gula-Part 5”

Memang, inilah saatnya untuk berpikir kritis memikirkan segala sesuatu tentang keindahan, seperti anjuran seorang filsuf Baumgarten.

Filsuf Jerman yang hidup di abad 17 dengan nama lengkap Alexander Gotlieb Baumgarten ini, sudah memikirkan hal-hal yang bersifat estetika dalam kehidupan manusia. 

Halaman:

Editor: Febriyanto Cahyo Prakoso

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Puisi Karya Risty Ramadhany, “Pahlawan Hati”

Jumat, 15 September 2023 | 17:33 WIB

Pentigraf Karya Ana Rahmawati Ningsih, "3+3=7"

Kamis, 14 September 2023 | 20:49 WIB

Ulasan Film The Nun 2: Kembalinya Iblis Valak

Selasa, 12 September 2023 | 16:44 WIB

Puisi Karya Azura Putri Ma'aliya, "Kekagumanku"

Jumat, 8 September 2023 | 16:13 WIB

Puisi Karya Tiara Cahyani Salsabila, "Embun Pagi"

Jumat, 1 September 2023 | 16:27 WIB

Puisi Karya Nur Saidatul Awalia, "Makna Jiwa"

Kamis, 24 Agustus 2023 | 18:09 WIB

Puisi Karya Dimas Puji Prasetyo, "Tetesan Keringatmu"

Sabtu, 19 Agustus 2023 | 16:31 WIB

Puisi Karya Maulida Dwi Hafsari, "Sujudku"

Jumat, 11 Agustus 2023 | 18:27 WIB
X