Aku lelah. Sejak pergantian pemimpin baru 1 tahun lalu, suasana kantor tempatku bekerja tidak semenarik dulu. Mencekam. Satu kata yang bisa kugambarkan. Seperti bermain roller coaster, jantungku selalu naik turun dan berdegup kencang. Tidak ada rasa nyaman. Berkeluh kesah? Aku dan rekan-rekan kerjaku mengandalkan grup WhatsApp. Semua hal-hal yang mengganjal, kami tumpahkan. Tanpa adanya solusi.
"Siap, Bos!" selalu menjadi kalimat andalan. Aku dan rekan-rekan selalu melaksanakan perintah dadakan dari pimpinan. Dengan wajah palsu yang kami tampakkan, seolah kami menyukai pekerjaan-pekerjaan dadakan itu. Istirahat? Kami juga tidak pernah mendapatkan hal itu. Pemimpin lama selalu memberi kami istirahat selama 1 jam. Kami biasanya pergunakan untuk makan siang dan tidur sebentar. Tapi, itu dulu. Pemimpin kami yang baru menghapus peraturan itu. Kami sangat tidak menyukai peraturan baru itu. Terpaksa, kami curi-curi untuk makan siang. Namun, dering telepon itu selalu mengganggu. Baru satu suap, perintah baru datang. Kami sudah tidak tahan.
Siang itu, seorang rekan mengedarkan secarik kertas. Kertas berisi beberapa kalimat. Petisi judul yang tertera. Rekan berinisiatif akan membawa petisi yang bertandatangan seluruh pekerja ke atasan pimpinan kami. Petisi merupakan jalan keluar untuk menggulingkan pimpinan kami. Aku tersenyum lega. Seperti budak yang akan dibebaskah dari Tuannya yang keji. "Kalian sedang apa?!" Seseorang mengagetkan kami. Kami terdiam. "Mana berkas-berkas yang aku butuhkan?!" Kami semua menjawab, "Siap, Bos!"
Penulis: Ana Rahmawati Ningsih